Ambon; gerbangmaluku.com
Anggota DPRD Provinsi Maluku dari Fraksi PAN, Wahid Laitupa, yang merupakan anak adat Zasirah Leihitu menegaskan pentingnya menyikapi setiap persoalan secara bijaksana. Ia menghargai kegiatan pendirian organisasi baru yang digelar di Hotel Santika, karena secara hukum setiap kelompok memiliki hak untuk membentuk organisasi.
Namun, Laitupa mengaku tidak menghadiri kegiatan tersebut lantaran menyesalkan sikap sebagian pihak yang dinilai merendahkan Hena Hetu, organisasi adat yang memiliki nilai historis dan peran penting dalam menjaga stabilitas Jazirah.
Menurut Laitupa, Hena Hetu dibentuk oleh para pendiri dan raja-raja di Jazirah sehingga nama dan sejarahnya tidak boleh diabaikan. Ia mengingatkan bahwa persoalan internal organisasi seharusnya diselesaikan melalui pertemuan bersama para pendiri dan tokoh senior, bukan dengan mengganti nama atau membentuk lembaga baru.
Ia menyebut Hena Hetu pernah mengalami dualisme kepemimpinan, namun sudah disatukan melalui rekonsiliasi antara kubu Jais Elly dan Saleh Hurasan, sehingga kini organisasi memiliki kepemimpinan tunggal. Jika kepemimpinan dianggap tidak layak, maka mekanisme yang benar adalah musyawarah besar atau musyawarah luar biasa dengan rekomendasi para raja dan pimpinan negeri.
Laitupa juga menekankan bahwa organisasi adat di Maluku wajib mendapat pengesahan Gubernur sebagai pemimpin tertinggi para raja. Menurutnya, selama ini banyak yang keliru memahami bahwa deklarasi kelompok saja sudah cukup untuk melegalkan organisasi.
Ia menegaskan tidak menolak berdirinya organisasi baru, namun menolak penghilangan nama Hena Hetu dan upaya merendahkan nilai sejarahnya.
“Silakan siapa saja mendirikan organisasi, itu hak. Namun menghilangkan nama Hena Hetu dan merendahkan nilai sejarahnya, saya tidak sepakat,” tegasnya.
